Efek Internet of Things pada Rumah Kaca Tanibox

Asep dan istri mendirikan Tanibox pada pertengahan 2015, startup asal Tangerang Selatan yang menjual perlengkapan bertanam hidroponik. Namun perlengkapan yang ditawarkan belum mendapat sentuhan teknologi, karena memang lebih diperuntukan sebagai hiasan di rumah.

Asep Bagja Priandana dan Retno Ika Safitri
Proyek tersebut sedang dalam tahap penggalangan dana di situs crowdfunding Indiegogo. Dari target dana sebesar US$10.000 (sekitar Rp131 juta) yang diharapkan, Asep berencana membangun sistem rumah kaca hidroponik berbasis IoT yang efisien.
Teknologi IoT tersebut nantinya akan direplikasi dan dijual kepada publik, khususnya mereka yang tinggal di perkotaan. Asep mengatakan, jika sistem pertanian ini berhasil direalisasikan, dampaknya akan sangat bermanfaat. Tidak hanya bagi orang-orang yang menggunakannya, tetapi juga masyarakat sekitar.
Lewat proyek ini, Tanibox ingin membuktikan pada masyarakat bahwa memproduksi bahan pangan segar seperti sayuran bisa dilakukan di dalam ruangan yang terkontrol oleh sistem. Selain itu, startup ini juga ingin memecahkan masalah distribusi pangan yang terlalu jauh—sehingga menurunkan nutrisi yang terkandung dalam bahan pangan, serta memanfaatkan lahan-lahan kosong yang ada di perkotaan.

Berbagai tanaman hidroponik yang telah ditanam Asep dan Retno
Sekarang bayangkan jika orang-orang menggunakan sistem ini di rumahnya. Ketika ada hasil produksi yang tersisa, mereka bisa menjualnya ke tetangga. Ini adalah bentuk sharing economy yang sesungguhnya.
Mengatasi tantangan biaya
Penerapan teknologi IoT pada sistem hidroponik bukan tanpa kendala. Asep sendiri telah menyadari isu utamanya, yaitu biaya. Salah satu tujuan bercocok tanam sendiri adalah memutus rantai distribusi yang membuat harga sayuran menjadi mahal. Ketika sistem pertaniannya menggunakan automated technology, tentunya di awal pengguna perlu mengeluarkan investasi yang besar.
Asep sedang membuat pipa Nutrient Film Technique, salah satu metode hidroponik
Selama setahun belakangan, Asep dan Retno menggunakan dana pribadi dan keuntungan penjualan produk Tanibox untuk dipakai membeli peralatan penelitian. Namun, jika mengandalkan dana yang terbatas, pengembangan sistem indoor and automated farming bisa memakan waktu bertahun-tahun. Itulah alasan kenapa Tanibox membawa proyek ini ke Indiegogo.
Selain itu, sangat mungkin jika harga produk akhirnya nanti akan menjadi hambatan bagi masyarakat yang ingin menggunakan sistem indoor and automated farming ini. Asep menuturkan, masalah biaya dan modal awal yang besar untuk berhidroponik secara serius memang tidak bisa dihindari.
Akan tetapi ini bisa diminimalkan dengan metode tanam atau sistem hidroponik yang tepat, sehingga benar-benar bisa menghemat listrik dan air. Lalu, Asep menambahkan, memang sebaiknya menanam sayuran-sayuran yang memiliki nilai jual tinggi, atau berusaha menaikkan standar kualitas hasil panennya.
Kami percaya bahwa masa depan pertanian urban adalah menggunakan teknologi dan berada di dalam ruangan, bukan lagi sekadar memanfaatkan lahan kosong yang belum dipakai. Dan suatu hari nanti, akan ada lebih banyak rumah yang dapat memiliki kebunnya sendiri, untuk mencukupi kebutuhan nutrisi sayuran yang diperlukan anggota keluarga.Jika kamu ingin mendukung proyek indoor and automated farming Tanibox, kamu dapat mengunjungi laman Indiegogo berikut ini:
Sumber: https://id.techinasia.com/efek-internet-things-pada-rumah-kaca-tanibox#comments-165043
Analisa : Semakin banyak inisiatif serupa yang pada akhirnya membuat kita sadar
bahwa krisis seperti ini hanya bisa selesai apabila kita semua mulai
bertindak.
I am very interested in the information contained in this post. The information contained in this post inspired me to generate research ideas.
BalasHapusvisit us
Terima kasih atas informasinya " jadi nambah" pengetahuanvvvvvvvvvvvvvvvvvv
BalasHapus